Saturday, July 30, 2016

Ngaben, Tradisi di Bali yang Sarat akan Nilai Luhur Indonesia

Ngaben, Tradisi di Bali yang Sarat akan Nilai Luhur Indonesia


Bali, siapa yang tak mengenalnya? Pesona Bali terlalu sulit untuk dilupakan. Bali telah menjadi destinasi wisata baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Banyak keindahan alam yang bisa kita temukan di Bali. Namun, Bali masih menyimpan banyak kebudayaan unik yang membuat dunia berdecak kagum kepadanya. Terdapat tradisi-tradisi di Bali yang mengandung jiwa Indonesia di dalamnya. Salah satu tradisi unik di Bali ialah Ngaben.


Pantai Kuta-Salah Satu Keindahan Bali


Sebagian besar dari kita tentu tidak asing lagi dengan Ngaben. Ya, kita kerap mendengar istilah Ngaben dan menontonnya di televisi, mendengar dari cerita teman atau bahkan melihatnya secara langsung. Selama ini, Ngaben hanya dimaknai sebagai proses kremasi mayat. Namun, penting bagi kita mengetahui apa itu Ngaben termasuk hal-hal di dalamnya. Hal tersebut perlu dijabarkan agar kita melihat Ngaben tidak hanya sebagai sebuah tradisi unik di Bali, namun melihatnya dari sisi lain.


Ngaben


Ngaben merupakan upacara adat di Bali yang dilakukan dengan cara kremasi (pembakaran jenazah). Adapun tujuannya ialah untuk menyucikan roh orang yang telah meninggal dan mengirim jenazah tersebut di kehidupan mendatangnya. Keluarga atau kerabat akan menganggap orang yang meninggal tidak ada untuk sementara saja, sebab orang yang telah tiada akan mengalami reinkarnasi dan beristirahat di Moksha dimana jiwanya sudah bebas dari reinkarnasi maupun roda kematian. Karenanya, keluarga dan kerabat yang ditinggalkan tidak boleh mengeluarkan air mata ataupun isak tangis. Pada upacara Ngaben, jenazah akan diletakkan seperti orang yang sedang tidur. Selanjutnya tubuh jenazah akan diletakkan ke dalam sebuah peti. Sebuah peti yang berisi jenazah akan ditempatkan ke dalam sarkopagus yang bentuknya lembu atau wadah yang bentuknya mirip wihara. Wadah yang digunakan terbuat dari kertas dan kayu.


Proses Kremasi

Ternyata, sebelum jenazah dikremasi ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama, ngulapin yang artinya memanggil sang Atma (jiwa) dan dilakukan apabila orang tersebut meninggal di luar rumah. Kedua, nyiramin/ngemandusin berupa memandikan dan membersihkan jenazah, umumnya dilakukan di halaman rumah. Ketiga, ngajum kajang yang dilakukan oleh kerabat dan keturunan orang yang meninggal dengan cara menekan kajang sebanyak 3 kali. Kajang sendiri adalah kertas putih berisi aksara-aksara magis yang ditulis oleh pemangku/pendeta setempat. Menekan kajang sebanyak 3 kali dimaksudkan agar kerabat memantapkan hatinya melepas kepergian mendiang. Keempat, Ngaskara yaitu penyucian roh orang yang meninggal dunia. Kelima, Mameras yang berarti telah selesai/sukses bagi yang memiliki cucu diyakini mereka akan memimpin mendiang ke alam selanjutnya lewat perbuatan yang mereka lakukan. Keenam, Papegatan artinya memutus hubungan mendiang dengan kehidupan duniawinya. Ketujuh, Pakiriman Ngutang yaitu proses pengiriman jenazah dengan diletakkan pada Bade/wadah dan dibawa ke kuburan setempat. Bade yang merupakan peti jenazah dibuat dengan bantuan banyak orang. Upacara Ngaben juga selalu dimulai dengan iring-iringan musik gamelan khas yang dibawakan oleh puluhan orang sebelum jenazah diberangkatkan ke Setra (kuburan). Kedelapan, Ngeseng adalah proses pembakaran jenazah. Kesembilan, Nganyud dengan melarutkan abu jenazah di laut atau sungai. Kesepuluh, Makelud yang dilaksanakan setelah 12 hari kremasi ditujukan untuk menyucikan kembali lingkungan keluarga akibat kesedihan yang mereka alami pasca ditinggalkan mendiang. Warga di dalam satu desa/kelurahan ataupun Banjar akan membantu demi terlaksananya upacara Ngaben secara sukarela. 

Apabila kita perhatikan, upacara Ngaben memakan banyak biaya mengingat upacara ini diadakan secara besar-besaran. Bagi masyarakat yang kekurangan dana baru melakukan Ngaben dalam jangka waktu yang cukup lama. Namun, Ngaben dilaksanakan juga secara massal demi menghemat biaya. Caranya dengan memakamkan jenazah dahulu sambil menunggu biaya Ngaben terpenuhi.

Ngaben ternyata tidak hanya sebatas tradisi unik di Bali. Tradisi ini sejatinya mengandung nilai-nilai luhur Indonesia. Terdapat 4 nilai-nilai luhur Indonesia yaitu kegigihan, keteguhan, kesabaran, gotong-royong. Keempat nilai luhur Indonesia tersebut menjelma sebagai Jiwa Indonesia. Kesabaran tercermin ke dalam banyaknya tahapan Ngaben dari awal hingga akhir yang dilakukan. Masyarakat menjalaninya dengan penuh kesabaran sampai proses yang terakhir dari Ngaben. Mereka juga harus menunggu tanggal baik yang ditentukan. Tanpa adanya kesabaran, beberapa langkah Ngaben tidak dapat berjalan dengan baik. Kegigihan dapat dilihat melalui tetap bertahannya tradisi Ngaben. Meskipun ada hambatan ekonomi, namun baik masyarakat maupun pemerintah tetap mengusahakan berlangsungnya upacara Ngaben misalnya melalui Ngaben massal. Keteguhan dalam Ngaben terlihat ketika ada kerabat yang meninggal, para keluarga yang ditinggalkan tetap melaksanakan Ngaben dengan semangat. Mereka juga tidak boleh bersedih hati dan tidak ada air mata sekalipun telah ditinggalkan oleh mendiang. Gotong-royong dapat diketahui melalui adanya sikap bahu-membahu di dalam 1 desa atau Banjar misalnya saat pembuatan Bade (peti jenazah). Para warga akan dengan sukarela membantu dari awal hingga akhir supaya upacara Ngaben berjalan dengan lancar. 

Nah, Ngaben tak sekedar sebuah tradisi yang unik, bukan? Tradisi Ngaben begitu lekat dengan Bali dan Bali yang tak tepisahkan dari Indonesia tentu akan menyimpan banyak makna dan Jiwa Indonesia termasuk tradisi Ngaben di dalamnya. Ngaben dan Bali adalah 2 hal yang menyatu padu sebagai bagian dari jiwa negeriku tercinta, Indonesia. 

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog #JejakMahakarya



Referensi gambar dan tulisan:

No comments:

Post a Comment

Udang Tahu Saus Skippy® Peanut Butter

Saya dari dulu memang menyukai hobi masak. Bahkan sewaktu masih kuliah pun, saya lumayan sering memasak makanan sendiri, alih-alih memb...